Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak jenis perahu. Berdasarkan hasil penelitian arkeologi, sisa-sisa perahu kuno banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jambi, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka-Belitung. Berdasarkan tipe teknologi, terdapat dua dua tipe teknologi perahu di Indonesia, yaitu perahu tradisi Asia Tenggara dan perahu tipe tradisi Cina Selatan.
Teknologi perahu Asia Tenggara umum ditemukan di wilayah perairan Asia Tenggara. Bukti tertua penggunaan teknik gabungan teknik ikat dan teknik pasak kayu dijumpai pada sisa perahu di Situs Kuala Pontian di Malaysia yang berasal dari antara abad ke-3 dan abad ke-5 Masehi.
Penelitian Sriwijaya yang intensif di Sumatera sejak tahun 1980-1990 juga banyak menemukan sisa-sisa perahu kuno tradisi Asia Tenggara. Di wilayah Sumatera Selatan, bangkai perahu ditemukan di Situs Samirejo, Mariana (Kabupaten Banyuasin), Situs Kolam Pinisi (Palembang) dan di Situs Tulung Selapan (Kabupaten Ogan Komering Ilir). Di Jambi ditemukan pula papan perahu sejenis di Situs Lambur (Kabupaten Tanjung Jabung Timur), sedangkan di Pulau Bangka jenis perahu semacam itu ditemukan di Situs Kota Kapur (Kabupaten Bangka). Selain papan-papan perahu ditemukan pula kemudi perahu dari kayu besi yang diduga bagian dari teknologi tradisi Asia Tenggara, yaitu Situs Sungai Buah (Palembang) dan Situs Karangagung Tengah (Kabupaten Musi Banyuasin).
Papan-papan perahu dari Situs Samirejo dan Situs Kolam Pinisi telah dianalisis laboratorium dengan menggunakan metode carbon dating C14. Sepotong papan dari Situs Kolam Pinisi menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi, sedangkan papan dari Situs Samirejo berasal dari masa antara 610 dan 775 Masehi (Lucas Partanda Koestoro, 1993).
Ciri-ciri perahu tipe tradisi Asia Tenggara yaitu adanya lubang-lubang yang terdapat di bagian permukaan dan sisi papan serta lubang-lubang pada tonjolan segi empat yang menembus lubang di sisi papan, merupakan teknik rancang bangun perahu dengan teknik papan ikat dan kupingan pengikat (sewn plank and lushed plug technique).
Tonjolan segi empat atau tambuku digunakan untuk mengikat papan-papan dan mengikat papan dengan gading-gading dengan menggunakan tali ijuk (Arrenga pinnata). Tali ijuk dimasukan pada lubang di tambuku. Pada salah lubang di bagian tepi papan perahu yang di temukan di Sungai Kupang terlihat ujung pasak kayu yang patah masih terpaku di dalam lubang. Biasanya penggunaan pasak kayu untuk memperkuat ikatan tali ijuk.
Teknologi perahu tradisi Cina Selatan antara lain telah digunakannya paku untuk merangkai papan. Jenis perahu semacam ini ditemukan di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Selain arkeologi, penelitian etnografis tentang perahu-perahu tradisional menghasilkan data tentang berbagai tipe tradisi perahu. Di daerah Sumatera Selatan banyak dijumpai tipe-tipe perahu antara lain perahu bidar dan perahu kajang. Kedua tipe perahu tersebut merupakan perahu-perahu tradisional yang mungkin berasal dari masa Sriwijaya (abad VII-XIII Masehi).
Salah satu bentuk perahu tradiosional yang terdapat di Sumatera Selatan adalah perahu kajang. Jenis perahu ini umumnya berasal dari daerah Kayuagung di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Pada masa lalu perahu kajang banyak dijumpai di Sungai Musi Palembang, akan tetapi sekarang sudah tidak dapat dijumpai lagi. Berdasarkan hal tersebut dilakukan pendokumentasian perahu tersebut di wilayah Kayuagung.
Perahu Kajang Kayuagung
Perahu Kajang atau perahu Agung dari Kayuagung banyak dijumpai di sepanjang Sungai Komering, yaitu di kelurahan Kota Raya, Kedaton, Jua-Jua dan desa-desa sekitarnya. Akan tetapi sekarang tidak dijumpai lagi perahu-perahu kajang. Menurut keterangan penduduk sejak tahun 1980-an jenis perahu itu sudah tidak digunakan lagi seiring dengan merosotnya pemasaran tembikar Kayuagung ke daerah-daerah lain dan akses jalan darat sudah banyak. Biasanya perahu kajang digunakan untuk mengangkut barang-barang tembikar Kayuagung dan dipasarkan ke daerah-daerah lain. Pemasaran dengan perahu tersebut berlangsung dalam waktu yang lama, berbulan-bulan bahkan tahun, yang sering disebut orang Kayuagung dengan Mintar.
Perahu kajang merupakan perahu yang menggunakan atap dari nipah yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian depan atap yang disorong (kajang tarik), bagian tengah adalah atap yang tetap (kajang tetap) dan atap bagian belakang (tunjang karang). Bahan yang digunakan untuk pembuatan perahu ini adalah kayu jenis kayu rengas, yang sudah tidak ditemukan lagi di wilayah Kayuagung. Panjang perahu sekitar delapan meter dan lebar perahu dua meter. Buritan di bagian depan perahu terdapat tonjolan seperti kepala yang disebut selungku, merupakan ciri khas perahu kajang Kayuagung.
Perahu kajang memiliki dayung dan kemudi yang terbuat dari kayu. Panjang dayung sekitar tiga meter, sedangkan panjang kemudi sekitar dua meter. Dayung dibuat dari kayu yang lebih ringan, sedangkan kemudi dari kayu berat yang bagian tepinya diberi lempengan logam. Kemudi ditempatkan di bagian belakang, sedangkan dayung digunakan di bagian depan.
Tata ruang perahu terdiri dari bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang. Bagian depan merupakan ruang untuk menyimpan barang-barang komoditi yang dijual, seperti barang tembikar dan untuk kemudi. Bagian tengah adalah ruang keluarga untuk tempat tidur. Bagian belakang adalah kamar mandi dan dapur.
Pada saat ini sudah sukar dijumpai perahu kajang di wilayah Kayuagung. Selama ini belum ada upaya untuk melestarikan perahu tersebut, padahal perahu tersebut merupakan ciri khas Kayuagung dan jenis perahu tersebut banyak terdapat di perairan Asia Tenggara dengan berbagai variasi. Oleh karena itu pihak pemerintah daerah dan masyarakat perlu mengusahakan pembuatan perahu kajang untuk melestarikan karya dan keterampilan nenek moyang dalam membuat perahu.
PERAHU ATAU BIDUK KAJANG KAYUAGUNG
4/
5
Oleh
ompay