Cerita tentang keakraban masyarakat Ogan Komering Ilir, Kayuagung khususnya dengan sungai telah lama terdengar. Kedekatan mereka pada arus sungai menjadikan perahu tak ubahnya adalah rumah. Konon, mereka jarang menjejak daratan. Mereka merasa lebih nyaman mengayuh perahu di sungai dan cepat letih jika berjalan di daratan.
Yosa Rizal, S. Pd budayawan Ogan Komering Ilir mengatakan Perahu kajang khas dari daerah Kayuagung, Ogan Komering Ilir ini ukurannya cukup besar. Dayungnya saja sepanjang tiga meter dan memerlukan alat kemudi selain dayung. Didayung dari depan, kemudi arahkan perahu dari buritan. Dari Buku Kerajaan Sriwijaya yang disusun Erwan Suryanegara, Ahmad Muhaimin, dan Eka Paskal menyebut ukurannya lebih besar lagi, 10 meter sisi panjang dan 3 meter sisi lebar. Diceritakannya Perahu Kajang ini dibuat oleh masyarakat di kelurahan Kota Raya, Kedaton, Jua-Jua dan desa-desa sekitarnya.
Menurut Yosa Rizal, perahu kajang tak ubahnya rumah berjalan bagi masyarakat Kayuagung tempo dulu. “di atas perahu kajang, mereka bisa tinggal di sungai selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun baru pulang ke rumah di kampung.” Karena fungsinya mirip “rumah”, penghuni perahu kajang bisa sebuah keluarga utuh. Sepasang suami-istri, dan anak-anak. Pungkasnya.
Perahu kajang beratapkan daun nipah. Perahu ini terdiri dari tiga bagian. Bagian depan atap yang disorong (kajang tarik), bagian tengah adalah atap yang tetap (kajang tetap) dan atap bagian belakang (tunjang karang). Bahan yang digunakan untuk pembuatan perahu ini adalah kayu jenis kayu rengas. Panjang perahu sekitar delapan meter dan lebar perahu dua meter. Buritan di bagian depan perahu terdapat tonjolan seperti kepala yang disebut selungku, merupakan ciri khas perahu kajang Kayu Agung.
Perahu kajang memainkan peran penting dalam perekonomian masyarakat pinggiran sungai serta perniagaan antar kawasan ulu dan ilir Sumatra Selatan waktu itu. Terutama perniagaan tembikar dan hasil bumi. Tembikar memang produk kerajinan utama daerah Kayu Agung bahkan saat ini sebagian masyrakat tetap memproduksi
Perahu penuh muatan tembikar dan hasil bumi lainnya kemudian menyusuri sungai dan singgah menjajakan dagangan di pangkalan-pangkalan yang ramai. Di Palembang, perahu kajang yang datang dari ulu sungai ramai berlabuh di dermaga muara sungai Rendang. Muatan perahu diperdagangkan di pasar 16 ilir Palembang. Dari Palembang, perahu yang sudah kosong diisi kembali dengan bahan-bahan pokok untuk diperniagakan kembali di Kayuagung.
Beberapa catatan menyebutkan keberadaan perahu kajang perlahan menghilang di era 1980-an. Hasil penelitian balai arkeologi Palembang menyebutkan perahu kajang mulai tak digunakan lagi seiring merosotnya pemasaran produk tembikar dari Kayuagung. Salah satu penyebabnya, yaitu masuknya perabotan impor dari Cina atau perabotan rumah tangga non-gerabah dengan harga lebih murah.
Kemajuan moda transportasi darat dan sarana berupa jalan juga memberi pengaruh nyata. Sungai (dan transportasi air) kehilangan keutamaannya. Bahkan rumah-rumah panggung tradisional pun berbalik arah, dari menghadap sungai menjadi menghadap jalan raya, dan ini bisa berarti rumah-rumah membelakangi sungai. Ini menandakan moda angkutan jalan lebih dipilih masyarakat.
Sejarah keperkasaan masyarakat Kayuagung di Sungai berupa perahu kajang sekarang sudah sukar ditemui. Namun dengan tangan dingin Bupati OKI saat ini, H. Ishak Mekki perahu kajang tetap dipertahankan sebagai ikon Bumi Bende Seguguk. Untuk melestarikan karya dan ketrampilan para pendahulu dalam membuat perahu, telah dibangun di Kabupaten OKI tepatnya di Lapangan Segi tiga Emas Kayuagung, Sebuah gedung olahraga dengan bentuk menyerupai perahu Kajang. Gedung ini merupakan gedung olahraga pertama di Indonesia atau bahkan di dunia yang menyerupai sebuah perahu.
Berdiri tegak di kawasan strategis Segitiga Emas Kayuagung, Berbentuk perahu dengan atap membran anti api, gedung olahraga bertaraf internasional ini mampu menampung 5000 orang lebih. Di masa mendatang diharapkan kegiatan olahraga bertaraf nasional maupun international dan kegiatan lainnya dapat digelar di Kayuagung.
Selain sebagai sarana olahraga dan pembinaan kepemudaan, gedung serbaguna ini juga dapat digunakan masyarakat untuk menggelar hajatan; kegiatan pengajian, pernikahan, kesenian dan lainnya.
Maret lalu GOR Kayuagung menjadi tempat pembukaan dan pelaksaan Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) XXII Tingkat Provinsi Sumatera Selatan. Para pecinta Al-Qur’an dari 15 kabupaten kota di Sumsel berkumpul untuk bertanding dan menjadi yang terbaik pada ajang STQ.
Perahu Kajang memang sudah menjadi kenangan kejayaan masa silam masyarakat Kayuagung namun dibawah kepemimpinan H. Ishak Mekki keberadaannya sekarang tetap dipertahankan sebagai ikon daerah. Berbagai monumen berbentuk perahu Kajang dibangun di kota Kayuagung. Bahkan sejumlah cinderamata miniatur perahu Kajang tetap diproduksi di daerah ini.
Lajulah laju selungku kajang belakangi ulu. Kayuh dayung tinggalkan jauhi Kayuagung.
Bawa tembikar angkut tikar. Perahu terlindap atap. Titi singgahi dusun-dusun tepi. Bongkar muat barang setiba Bandar Palembang. Beli pitir emas beli sabut kain. Perahu kajang mengulu pulang. Zaman berubah, manusia-manusia setia pada arus sungai perlahan hilang.
(Pantun oleh Syam Asinar Radjam)
Oleh: Adi Yanto
Kasubag. Humas Informasi dan Pemberitaan
Setda OKI
PERAHU KAJANG, MEMOAR KEJAYAAN PERADABAN SUNGAI
4/
5
Oleh
ompay