Bahwa
desa Pampangan merupakan suatu desa terbentuk menurut urutan kelima
dibilangan eks.Marga Pampangan yang dahulunya pernah menjadi ibukota
marga yang dikenal dengan marga Pampangan dan selanjutnya sekaligus
sebagai ibukota kecamatan Pampangan.
Sebelum
desa pampangan menjadi ibukota marga, ibukota marga berada di dusun
kuro, dengan marganya juga bernama marga kuro. Dalam penuturan
Riwayat/Historis desa pampangan, langsung atau tidak menyangkut juga
Riwayat/Historis desa Kuro atau marga kuro.
Bahwa
menurut catatan yang ada, yang dihubungkan dengan cerita dari orang –
orang tua serta disesuaikan dengan kenyataan yang ada, riwayat desa
pampangan adalah sebagai berikut :
Pada
zaman dahulukala kerajaan Majapahit yang berkuasa bukan hanya ditanah
jawa saja, tetapi juga menguasai daerah seberang, termasuklah daerah
Palembang dan sekitarnya.
Untuk
kelancaran roda pemerintahannya, oleh Raja Majapahit diangkatlah
seorang Raja di palembang dengan gelar Sultan. Dan tugasnya sampai
kedaerah uluan, karena luas daerah kekuasaan sultan, ia tak mampu
memerintah langsung keseluruh daerah tersebut, maka daerah kekuasaannya
tersebut dibagi – bagi, setiap bagian ditugaskan seorang pembantu. Dari
sekian banyak pembantunya, tersebutlah seorang yang bernama RADEN
WIRATAKO yang diperintahkan kedaerah uluan mengudiki kali padang. Pada
pertemuan (muara) kali padang dengan batang hari pampangan Raden
wiratako menetap ditempat tersebut, kemudian menjadi sebuah dusun.
Beberapa
hari kemudian tatkala Raden wiratako dan istrinya Bariah serta
pengikutnya melihat seekor binatang yang sebelumnya tidak pernah
terlihat oleh mereka, yaitu kura - kura yang berwarna kuning keemasan,
terasa adanya suatu keajaiban bagi Raden wiratako. Setelah bermufakat
dengan seluruh pengikutnya maka oleh raden Wiratako tempat dimana mereka
menetap itu dinamakannya dusun Kuro.
Pada
waktu berdirinya dusun kuro, penduduknya hanya berjumlah lebih kurang
95 orang. Luas daerah mulai dari lebak Kayu Aro sampai di seberang dusun
Tanjung Kerang. Perbatasan tersebut dinamakan TUGUARANG.
Oleh
karena Raden Wiratako sudah menetap di dusun Kuro, maka sering kali
sultan Palembang datang melihat dari dekat keadaan daerah kekuasaannya
itu, seperti kebiasaan kalau sultan kedaerah – daerah maka kedatangannya
kedusun Kuro, inipun dikawal oleh para pengiringnya dengan memakai
perahu bidar.
Karena
banyaknya jumlah para pengiring sultan yang menyertainyya, Raden
Wiratako tidak dapat menyediakan tempat dirumahnya. Oleh sebab itu maka
didirikan bangsal – bangsal tempat berlabuh bidar dan sekaligus tempat
pengiring sultan bermalam disebelah uluh dusun kuro.
Agar
kebersihan bangsal itu dapat terpelihara, maka diangkatlah seorang
mandor yang bernama SOHANTAHA dan istrinya bernama RIJA dan berumah
disamping bangsal tersebut. Makin lama makin banyak orang dusun Kuro
membuat rumah didekat rumah mandor bangsal tadi, sehingga kemudian
terjadilah sebuah dusun yang diberinama dusun BANGSAL.
Setelah
Raden Wiratako meninggal, ia diganti oleh menantunya yang bernama RADEN
WIRO. Selanjutnya setelah raden Wiro meninggal, ia diganti oleh anaknya
yang bernama ENTJI KIROM (ENCI KIROM). Pada masa pemerintahan Enci
Kirom ini sebutan kepala pemerintahan/pemimpin adalah PATIH, serta
disetiap dusun harus dibentuk tua – tua yang digelari KARURA.Kemudian
patih Enci Kirom diganti oleh patih MAKMUN yang selanjutnya diganti pula
patih KOMAN.
Dalam
masa pemerintahan patih koman, ± tahun 1324, sultan palembang diperangi
GOUVERNEMENT BELANDA, waktu terjadi peperangan sultan Palembang
tertangkap, lalu dibuang (diasingkan) ke TERNATE (Maluku).
Sejak
waktu itu Palembang beserta uluannya, kekuasaannya di pegang oleh
Gouvernement Belanda , yang kemudian banyak mengadakan perubahan –
perubahan, antara lain:
- Sebutan nama patih diganti Depati
- Sebutan nama karura diganti kerio dan dibantu oleh penggawa
- Sebutan daerah uluan dirubah menjadi marga
Dan
sekaligus dusun Kuro menjadi ibukota Marga Kuro yang membawahi beberapa
buah dusun. Karena patih Koman dipandang oleh Gouvernement belanda
sudah tua, lalu diberhentikan dan diganti oleh Depati MUHAMMAD AMIN .
Jabatan depati dulunya dipilih oleh rakyat se-marga, tetapi sejak tahun
1925 mulai dipilih oleh kepala – kepala dusun dan Lidraad Marga. Pada
waktu pemerintahan depati Muhammad Amin CONTROLEUR berkedudukan di
kampung Sungai Aur ( Palembang ) yang memerintah ONDERAFDEELING tanah
Kubu dan iliran Banyuasin.
Setelah
Depati Muhammad Amin meninggal, ia digantikan oleh anaknya Depati
Zainal Abidin , selanjutnya setelah Depati Zainal Abidin meninggal ia
digantikan oleh anaknya Depati Akil.
Controleur
berpindah kedudukannya ke negeri Talang Betutu dan marga kuropun
termasuk dalam pegangan controleur talang betutu, pada masa pemerintahan
Depati Akil inilah, dibentuk PENGHULU yang mengurus masalah agama islam
di Marga Kuro, adapun yang menjadi penghulunya pertama kali, adala Haji
Abdul gofor. Setelah Depati Akil meninggal ia diganti oleh Depati Bali,
kira – kira satu tahun memerintah Depati Bali lalu berhenti, kemudian
jabatannya dipegang oleh Pembarab Manan.
Ketika
memilih Pasirah/Kepala Marga yang baru, terpilihlah Pangeran Pidin ,
yang pada waktu itu menjabat sebagai Kerio dusun Pampangan, karena
usianya sudah lanjut Pangeran Pidin berhenti dan jabatannya dipegang
oleh anaknya Depati Suud. Pada masa pemerintahan Depati Suud inilah
marga Kuro yang berkedudukan di dusun Kuro di pindahkan kedusun
Pampangan, akhirnya marga Kuro berubah namanya menjadi Marga Pampangan.
Pada
waktu itu marga Pampangan termasuk dalam pegangan Controleur Tanjung
Raja yang selanjutnya dialihkan pada Controleur Kayuagung pada tahun
1907, yang memerintah Onderafdeeling komering ilir. Pada tahun 1919
Depati Suud mengajukan permohonan berhenti karena usia lanjut dan
kemudian jabatan pasirah/kepala marga diganti oleh anaknya Depati
Muhammad Jasin. Pada tahun 1922 semasa pemerintahan Muhammad Jasin
dibentuk Raad Marga yang diVocrziter oleh pasirah dengan anggota 11
(sebelas) orang kerio dari dusun – dusun dan ditambah empat orang LID.
LID dipilih oleh rakyat tiga tahun sekali.
Pada
tahun 1928 Depati Muhammad jasin diberhentikan dari jabatannya dan
digantikan oleh Nangning Zamzam yang pada waktu itu sebagai kerio dusun
Kuro. Nangning Zamzam kemudian diberi gelar Pangeran. Akhirnya pada
tanggal 10 Juli 1969 pangeran Nangning Zamzam meninggal dunia sertelah
pangeran Nangning meninggal maka jabatan pasirah/kepala marga pampangan
dipegang oleh Jahri Abdurahman yang pada waktu itu sebagai pembarab
dusun pampangan sampai tanggal 9 September 1969. Pada tanggal 9
September 1969 jabatan pasirah/kepala marga Pampangan dipegang oleh Amir
Hamzah Bin Haji Abdul Hamid, sebagai hasil pemilihan atas dasar
peraturan daerah propinsi Sumatera selatan No.2/DPRD-GR SS/1967
tertanggal 7 Oktober 1967 dan selesai masa jabatannya tanggal 4 april
1983, sejak dikeluarkannya/berlakunya SK.Gubernur KDH TK.1 SS
No.142/Kpts/111/1983 sebagai pelaksana dari UU. Nomor 5 tahun 1979,
tentang pemerintahan Desa.
Nama – nama Patih/Depati/Pasirah kepala Marga Pampangan
1.
Raden Wiratako
Berkedudukan di dusun Kuro
2. Raden Wiro Berkedudukan di dusun Kuro
3. Enjik kirom Berkedudukan di dusun Kuro
4. Patih Makmun Berkedudukan di dusun Kuro
5. Patih Koman Berkedudukan di dusun Kuro
6. Depati Muhammad Amin Berkedudukan di dusun Kuro
7. Depati Zainal Abidin Berkedudukan di dusun Kuro
8. Depati Akil Berkedudukan di dusun Kuro
9. Depati Bali Berkedudukan di dusun Kuro
10. Pembarab Manan Berkedudukan di dusun Kuro
11. Pangeran Pidin Berkedudukan di dusun Pampangan
12. Depati H. Suud bin Pidin Berkedudukan di dusun Pampangan
13. Depati M. Jasin bin H.Suud Berkedudukan di dusun Pampangan
14. Depati/Pangeran Nangning Zamzam Berkedudukan di dusun Pampangan
15. Pembarab Jahri Abdurrahman Berkedudukan di dusun Pampangan
16. Pasirah Amir Hamzah bin H. Abdul Hamid Berkedudukan di dusun Pampangan
Oleh : Rusdiana A Karim
Oleh : Rusdiana A Karim
SEJARAH TERBENTUKNYA DUSUN DAN MARGA PAMPANGAN
4/
5
Oleh
ompay