Tenun Songket merupakan salah satu kerajinan yang ada dan digemari oleh masyarakat Sumatera Selatan. Tidak hanya berpusat di kota Palembang, tetapi kerajinan ini tersebar di berbagai daerah kabupaten kota di Provinsi Sumatera Selatan. Salah satu Kabupaten yang merupakan penghasil kain songket adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
Industri kerajinan Tenun Songket yang ada di OKI terletak di Desa Pematang Buluran Kecamatan SP. Desa Pematang Kijang, Desa Padang Bulan, Gabu/Dusun II Kecamtan Jejawi. Kain songket yang dihasilkan memiliki motif dan warna yang beragam serta memiliki nauansa budaya daerah yang sangat kental.
Songket Lepus Sutra Alam - kenanga dimakan ulat |
Menutut salah satu pengerajin songket Leni (solmah) di Desa Gabus/dusun II kecamatan Jejawi mengatakan untuk menyelesaikan Kain Tenun Songket dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, bila dikerjakan setiap hari dengan orang yang telah mahir. Akan tetapi bila dikerjakan oleh orang yang baru belajar atau belum mahir bisa membutuhkan waktu lebih dari satu bulan.
Pengerajin membeli bahan (benang) di Palembang, sedangkan untuk pemasarannya sendiri, pengerajin menjualnya langsung ke Toko penjual Songket di Palembang dengan harga bervariasi, sesuai mutu dan kualitas kain tersebut.
Songket Limar Cino |
Sejarah Songket
Kerajinan kain tenun yang biasa disebut “Tenun/siwet Songket Palembang”. Songket adalah kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang pakan sebagai hiasan dengan menyisipkan benang perak, emas atau benang warna di atas benang lungsin. Kata “songket” itu sendiri berasal dari kata “tusuk” dan “cukit” yang diakronimkan menjadi “sukit”, kemudian berubah menjadi “sungki”, dan akhirnya menjadi “songket”.
Konon, tenunan dari daerah Palembang dan Sumsel sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Teknologi pembuatannya sebenarnya bukan murni berasal dari daerah tersebut, melainkan dari China, India dan Arab. Adanya perdagangan antara bangsa-bangsa tersebut dengan Kerajaan Sriwijaya menyebabkan terjadinya akulturasi, yaitu saling menyerap unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan lainnya. Dan, salah satu unsur kebudayaan dari bangsa-bangsa asing yang telah diserap oleh masyarakat Palembang adalah teknologi pembuatan kain tenun yang hingga kini masih dilakukan oleh sebagian masyarakatnya.
Kain Songket Palembang banyak dipakai oleh kaum perempuan dalam upacara adat perkawinan. Selain itu, songket juga dipakai dalam acara-acara resmi penyambutan tamu. Pemakaian songket yang hanya terbatas pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan tertentu tersebut disebabkan karena songket merupakan jenis pakaian yang tinggi nilainya, sangat dihargai oleh masyarakat Palembang dan Sumsel umumnya.
Pengerjaan kain tenun umumnya dikerjakan secara “sambilan” oleh gadis-gadis remaja yang menjelang berumah tangga dan ibu-ibu yang sudah lanjut usia sambil menunggu waktu menunaikan ibadah sholat. Pada umumnya pembuatan songket dikerjakan oleh kaum perempuan.
Dewasa ini pengrajin tenun songket Palembang tidak hanya memproduksi satu jenis songket tertentu, seperti sarung dan atau kain. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, sudah merambah ke produk jenis lainnya, seperti: gambar dinding, taplak meja, permadani bergambar, baju wanita, sprey, baju kursi, bantal permadani, selendang, serber, kain lap dapur, sapu tangan, bahan kemeja, dan tussor (bahan tenun diagonal).
Songket Limar Kandang |
Peralatan dan Bahan Songket
Peralatan tenun songket Palembang pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peralatan pokok dan tambahan. Keduanya terbuat dari kayu dan bambu.
Peralatan pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh mereka disebut sebagai “dayan”. Seperangkat alat yang berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan/boom (suatu alat yang digunakan untuk menggulung benang dasar tenunan), penyincing (suatu alat yang digunakan untuk merentang dan memperoleh benang tenunan), beliro (suatu alat yang digunakan untuk membuat motif songket), cahcah (suatu alat yang digunakan untuk memasukkan benang lain ke benang dasar), dan gun (suatu alat untuk mengangkat benang).
Sedangkan, peralatan tambahan untuk mengatur posisi benang ketika sedang ditenun adalah peleting, gala, belero ragam, dan teropong palet. Peralatan tambahan tersebut diletakkan di sebelah kanan si penenun, agar mudah dicapai dengan tangan.
Peleper |
Pengerekan |
Por |
Suri |
Torak |
Bahan dasar kain tenun songket adalah benang tenun yang disebut lusi atau lungsin. Benang lungsin terbuat dari kapas, kulit kayu, serat pisang, serat nenas, dan daun palem. Sedangkan, hiasannya terdiri dari benang sutera dan benang emas. Benang sutera berasal dari Taiwan dan China, sedangkan benang emas berasal dari India, Jepang, Thailand, Jerman dan Perancis. Selain benang, ada pula barang yang harus diimpor dari Jerman dan Inggris yaitu bahan pewarna benang.
Cara membuat benang lungsin dilakukan dengan menggunakan pemberat yang diputar dengan jari tangan. Pemberat tersebut berbentuk seperti gasing dan terbuat dari kayu atau terakota. Cara lain yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian Barat (Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok) adalah dengan menggunakan antih (alat yang terdiri dari sebuah roda lebar yang bisa diputar berikut pengaitnya untuk memutar roda tersebut). Sedangkan, untuk memperoleh warna tertentu, benang yang akan diwarnai itu direndam dalam sabun selama kurang lebih 14 menit. Maksudnya adalah agar benang tersebut hilang zat minyaknya. Setelah itu, baru dicelup dengan warna yang diinginkan, lalu dijemur. Selanjutnya, setelah kering, benang tersebut dikelos (digulung). Setelah itu, penganian, yaitu menyiapkan jumlah helai benang yang akan ditenun sesuai dengan jenis dan atau bentuk songket yang akan dibuat. Namun, dewasa ini hanya sebagian yang masih melakukannya. Sebagian lainnya langsung membeli benang-warna yang telah diproduksi oleh suatu pabrik di Indonesia atau yang diimpor dari India, Cina, Jepang atau Thailand.
Pembuatan Tenun Songket
Pembuatan tenun songket Palembang dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Masyarakat Amerika dan Eropa menyebut cara menenun seperti ini sebagai “inlay weaving system”.
Motif Tenun Songket Palembang
Kekayaan alam Palembang dan Kabupaten/Kota di Sumsel sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Tenun Songket bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni.
Motif-motif Songket Palembang pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu: motif tumbuh-tumbuhan (terutama bentuk stilisasi bunga-bungaan), motif geometris dan motif campuran antara tumbuh-tumbuhan dan geometris.
Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap penenun dapat membuat motif sendiri. Orang yang menenun tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi, kerajinan menenun merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Tenun Songket dilakukan oleh kaum perempuan baik tua maupun muda. Keahlian menenun tersebut pada umumnya diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya.
Beberapa nama ragam hias atau motif tenun songket Palembang antara lain adalah: Lepus Piham, Lepus Polos, Lepus Puler Lurus, Lepus Puler Ombak-ombak, Lepus Bintang, Lepus Naga Besaung, Lepus Bungo Jatuh, Lepus Berantai, Lepus Lemas Kandang, Tetes Meder, Bungo Cino, Bungo Melati, Bungo Inten, Bungo Pacik, Bungo Suku Hijau, Bungo Bertabur, Bungo Mawar, Biji Pare, Jando Berhias, Limas Berantai, Dasar Limai, Pucuk Rebung, Tigo Negeri dan Emas Jantung.
Selain sebagai sesuatu yang berfungsi memperindah tenunan (songket), ragam hias juga mempunyai makna. Salah satu contohnya adalah bentuk ragam hias yang tekenal yaitu “naga besaung” (naga bertarung). Dalam hal ini naga dianggap sebagai binatang yang melambangkan kemakmuran dan kejayaan. Orang yang memakai tenun songket motif nago besaung tentulah mengharapkan akan mendapatkan kemakmuran dan kejayaan dalam hidupnya. Motif ini diambil dari salah satu unsur kebudayaan Cina yang menganggap naga sebagai suatu hewan mitologi yang dapat mendatangkan kemakmuran dan kajayaan. Sebagai catatan, pada zaman dahulu kerajaan Sriwijaya banyak didatangi orang-orang asing dari Cina, India dan lain sebagainya untuk berdagang. Contoh yang lain adalah motif pucuk rebung dan bunga-bungaan (cengkeh, tanjung, melati, dan mawar). Rebung dianggap sebagai tumbuhan yang sejak kecil dapat digunakan untuk bahan sayuran. Ketika telah tumbuh besar dan menjadi bambu pun masih tetap berguna, yaitu sebagai bahan bangunan dan lain sebagainya. Orang yang memakai motif ini tentulah diharapkan akan berguna pula bagi masyarakatnya (seperti bambu yang sangat berguna bagi manusia). Sedangkan, bunga-bungaan melambangkan kesucian, keanggunan, rezeki dan kebaikan.
TENUN SONGKET PALEMBANG DI KECAMATAN JEJAWI KABUPATEN OKI
4/
5
Oleh
ompay